Bipduan PKS Bekerja untuk Indonesia

Bipduan PKS Bekerja untuk Indonesia

Selasa, 15 November 2011

Artikel My spirit halaqah - 4 : Tarbiyah Penyempurna Hidupku

TARBIYAH PENYEMPURNA HIDUPKU

Bismillahirrohmanirrohim ……..

Mungkin ini pertama kalinya saya menulis sebuah cerita, maklum ga PD (bukan partai lho .. tapi ga Percaya Diri), mungkin kisah yang akan saya tulis ini hampir sama dengan para akhwat fillah semua. Awal pertama saya kenal Tarbiyah dimulai dari saya duduk di kelas 2 SMA Negeri Favorit di Kota Pematang Siantar, yang nota bene sebagian besar siswanya adalah beragama non Islam, maklum di kotaku kebanyakan suku Batak.

Pertama kali Tarbiyah di sekolah namanya ROHIS sekolah. Sebenarnya saya tidak begitu tertarik untuk mengikutinya, tapi karena itu diwajibkan oleh Guru Agama bahwa siswa yang beragama Islam harus mengikutinya 1 minggu 1 kali, akhirnya dengan setengah hati saya mengikutinya. Maklum saya termasuk cewek tomboy yang tidak terbiasa memakai rok, walaupun saya sekolah memakai jilbab, tapi setiap pulang sekolah jilbab selalu di tanggalkan dan setiap berpergianpun saya tidak memakai jilbab.

Karena saya mengikuti Rohis dengan setengah hati, maka hasilnyapun setengah hati, saya hanya ikut-ikutan, tak bisa menyerap apapun yang diberikan oleh guru Agama, sholat masih bolong – bolong kalau sempat, baca Qur’an kalau pas Rohis ataupun setiap malam Jum’at, itupun karena orang tua yang selalu mengomel, walaupun nilai akademis saya selalu bagus tapi soal agama saya selalu ketinggalan, padahal di rumah ayah saya adalah ulama, walaupun setingkat kampoeng tapi tetap aja anaknya tidak bisa mengikuti jejaknya. Setiap di rumah saya yang anak perempuan satu – satunya selalu di bilang anak perempuan kok melebihi anak laki – laki bandalnya, tetapi saya tetap dingin menyikapinya.

Akhirnya saya tahun 2004 lulus SMA dan melanjutkan Kuliah mengambil Diploma di salah satu Perguan Tinggi di Kota Medan, jauh dari orang tua dan tinggal dengan Uwak (Abang ibu saya), lagi – lagi walupun saya tinggal dengan Uwak yang Ustadz dan jam terbang da’wahnya sudah tinggi , rumah kamipun di Kompleks Masjid Muhammadiyah tapi tetap saja Hidayah belum juga datang menghampiri saya, sholat masih bolong – bolong, puasa sunah ga pernah, Alhamdulillah puasa wajib masih selalu bisa (Berarti saya belum Futur2 amat).

Karena jarak tempat kuliah yang jauh dari rumah akhirnya saya memutuskan untuk Kos dengan teman kuliah. Kami menyewa 1 rumah yang berisi 5 kamar, dan ada 6 orang yang tinggal di rumah kos tersebut dan semuanya perempuan. Masih selalu terngiang di ingatan saya sampai sekarang, sewaktu saya kos ada teman 1 rumah yang sudah ikut tarbiyah di Universitasnya yaitu USU namanya kak Linda yang kami selalu ejek karena jilbabnya yang sangat lebar, sampai – sampai kami menyebutnya Ninja, apalagi waktu menjemur pakaian, pakaian dan jilbabya yang sangat lebar menyusahkan kami untuk menjemur pakaian, karena sudah tidak ada tempat. Akhirnya kami selalu mendumel dibelakang Beliau. Padahal Beliau sangat ramah, santun, baik kepada kami. Sekarang rasanya menyesal ingin minta maaf kepada beliau tapi saya tidak tahu tempat tinggal beliau dimana sekarang. Kalau kakak tersebut membaca artikel saya ini, ingin rasanya saya memeluk dan meminta maaf kepada Beliau. Semoga Allah selalu mendengar doa saya dan memaafkan segala kesalahan saya di masa lalu Amiin.

Tahun 2006 saya lulus Diploma dan orang tua saya memberi uang kepada saya untuk melanjutkan Sarjana karena kalau Cuma diploma sulit mencari kerja, tapi saya ga mau dan mencoba melamar menjadi SPG di salah satu Mall di Medan, karena menjamurnya Mall di kota tersebut maka saya diterima bekerja di sana, tetapi dengan syarat tidak boleh memakai jilbab. Tapi Alhamdulillah saya sudah memakai jilbab dan tak pernah tanggal, walaupun masih pakai jeans dan jilbab dililitkan akhirnya saya tidak menerima pekerjaan tersebut. Allah masih menyelamatkan saya dari kekufuran.

Dari titik inilah perjalan hidup saya dimulai. Tepat pada saat saya pulang dari interview, buk lek saya mengajak saya untuk jalan – jalan ke Riau mengunjungi abangnya, tanpa pikir panjang saya langsung bilang ikut karena saya sudah punya uang yang di berikan untuk kuliah tetapi saya pakai untuk beli tiket dan pergi ke Riau, sesampainya di Riau yang dijuluki kota Melayu ini saya merasa kehidupan di sini berbeda dengan di kota saya, walupun di siak ini kotanya kecil saya melihat para perempuannya manis – manis dengan balutan jilbab.

Di kota siak inilah saya mulai mengenal Tarbiyah yang lebih mendalam lagi, saya diperkenalkan dengan Bu Fera yang waktu itu kepala sekolah Play Group tempat buk lek saya bekerja, Beliaulah yang mengajak pertama kali untuk ikut Liqo’ di sekolahnya setiap 1 minggu 1 kali, dari pengajian rutin inilah saya baru menyadari betapa indahnya Ukhuwah Islamiyah, walaupun saya jauh dari orang tua tetapi karena banyaknya teman yang selalu siap membantu kapanpun saya kesusahan membuat saya merasa betah tinggal di siak, walaupun saya sudah berazam untuk pulang lagi ke medan karena pertama kali sampai di siak saya demam lebih dari 1 minggu. Airnya yang berwarna merah, dan udaranya yang sangat panas membuat saya tidak betah.

Tapi Alhamdulillah Allah masih menunjukkan jalannya pada hambanya yang ingin bertaubat, dalam liqo tersebutlah perilaku saya mulai berubah, celana jeans sudah saya ganti dengan rok, jilbabpun sudah tidak saya lilitkan. Berangsur – angsur hidup saya sudah mulai tertata dengan rapi dan apik, semuanya sedah ada aturannya dan tidah boleh ada yang tertukar. Walaupun kami sempat bolak balik mengalami pergantian Murobbi tapi Alhamdulillah saya tidak Futur terlalu jauh, karena ada teman satu generasi yang mengalami futur, banyak factor penyebabnya, kadang bila kita sudah klop, nyaman dan sudah dalam ikatan hati dengan sang Murobbi tapi kita harus berganti dengan Murobbi yang lain yang tidak sejalan dengan pemikiran kita. Akhirnya kita harus mulai menyesuaikan lagi, begitu juga teman – teman halaqoh yang sudah akrab harus berganti dan pindah liqo’ kadang membuat hati malas untuk pergi liqo’. Tapi itulah arti pentingnya sebuah Tarbiyah, kita dituntut untuk tidak bersuuzhon, tidak membeda – bedakan antara Murobbi yang A dan yang B, harus tetap istiqomah di jalannya.

Dengan Tarbiyahlah akhirnya hidupku mulai sempurna, Allah memberikan jodoh saya masih dalam lingkup Tarbiyah yang pastinya sejalan dalam Misi dan Visi Islam dan keluarga kami selanjutnya, dan kamipun dikaruniai seorang jundi yang Insya Allah akan meneruskan perjuangan Islam di masa yang akan datang. Allahu Akbar

By. Ratih Ramadhani
Penulis adalah seorang ibu rumah tangga 1 putra. sehari-hari sebagai staf adminstrasi perusahaan kontraktor.

1 komentar:

  1. syukran ukhti ratih...semoga perjalanannya menggapai hidayah menjadi inspirasi untuk siapa saja yang terus berlomba untuk mendapatkannya.

    BalasHapus