Samudra Inspirasi Halaqah Temanku
Oleh : Yoky Edy Saputra, S.Si*
Halaqah. Satu kata yang tidak asing lagi ditelingaku. Tempatku ditempa dan dibina dakwah dan ke-Islaman. Halaqahku memang biasa-biasa saja. Namun ada kisah menarik dari salah seorang teman yang membuatku tak bisa berkata. Disaat aku bisa mengikuti halaqah dengan mudah, disaat itu pula temanku harus menempuh puluhan kilometer menuju tempat halaqahnya. Disaat aku menikmati halaqahku dengan nyaman, disaat itu temanku menjalani halaqahnya dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
Suatu hari ia pernah bercerita kepadaku bagaimana ia menjalani halaqah. Untuk sampai ke tempat halaqahnya saja, ia harus melewati perjalanan puluhan kilometer menggunakan sepeda motor. Hujan panas sudah menjadi hal biasa. Melewati perkebunan, jauh dari keramaian. Belum lagi dengan kondisi jalan berlobang, terkadang melewati jalan tanah dan berbatu. Bahkan sesekali ban motornya kempes ditengah jalan, ditengah malam gelap gulita. Terkadang sesampainya ditempat halaqah, ternyata teman-temannya belum hadir. Belum lagi halaqah yang tidak jadi karena alasan hujan deras , murabbi berhalangan datang, dan sebagainya.
Namun itulah temanku, sejak di kampus dulu ia memang terkenal gigih, maklumlah mantan Ketua Rohis di kampusku. Meskipun medan yang dilalui tergolong berat namun semangat berhalaqahnya sangat kuat sekali. Hal ini pula yang menjadikan kematangannya dalam ber-halaqah. Telat pulang ke rumah karena sibuk berdakwah merupakan kelumrahan baginya. Tak aneh lagi ketika kuliahnya telah rampung, semangat yang dulunya terus dipupuk semakin matang.
Halaqah temanku ini tergolong sukses. Mereka berhasil menelurkan halaqah-halaqah baru ditempatnya. Masing-masing peserta halaqah mempunyai halaqah yang dibina membentuk suatu jaringan “multilevel marketting”.
Halaqah bagi temanku merupakan pondasi awal dari batu bata bangunan jamaah dakwah. Dari lingkaran kecil inilah kelak akan lahir tokoh-tokoh besar. Bahkan sebuah peradaban bisa berubah. Hal ini dikarenakan halaqah membentuk kepribadian dan karakteristik ke-Islam-an seseorang. Masing-masing pribadi yang telah ter-sibghah (tercelup) dengan nilai-nilai Islam kelak akan bergabung membentuk keluarga-keluarga yang Islami. Keluarga-keluarga Islami yang telah ada bergabung akan membentuk komunitas masyarakat yang diterapkan nilai-nilai Islam. Masyarakat-masyarakat yang telah tersentuh nilai-nilai Islam tersebut bergabung akan terbentuklah negeri Islam dan pada akhirnya negeri-negeri Islam bergabung, maka terbentuklah khilafah Islamiyah yang kita dambakan bersama.
Sebenarnya temanku ini bukanlah berasal dari keluarga yang Islami. Memang benar, ia dilahirkan dalam keadaan Islam, namun di keluarganya nilai-nilai Islami jauh dari pengamalan. Sebut saja, ayahnya sewaktu muda suka mabuk-mabukan dan berjudi. Kakaknya terlibat narkoba. Hanya sang ibu lah yang sedari dini senantiasa berusaha menanamkan nilai-nilai ke-Islaman pada dirinya.
Awalnya sebelum ia terjun ke jalan dakwah, ia termasuk anak yang bandel. Sering bolos sekolah dan terlibat tawuran. Barulah ketika memasuki tahun pertama kuliah ia mendapatkan hidayah Allah bertobat, dan kembali ke jalan Islam. Ia pernah menuturkan bahwa peran sang ibu dan menjemput hidayah Allah sangat besar. Sehabis shalat ibunya selalu mendoakannya agar ia menjadi anak yang sholeh. Tak sia-sia doa sang ibu pun dikabulkan Allah. Ia kembali ke jalan Islam, bahkan menjadi seorang aktifis dakwah. Meskipun sang ibu tak sempat menyaksikan anaknya menjadi anak yang soleh di dunia. Ibunya telah tiada ketika ia memasuki bangku pertama perkuliahan.
Satu hal yang membuatku berdecak kagum, selama 6 tahun semenjak aktif di jalan dakwah, tak pernah ia tidak hadir halaqah kecuali memang alasan yang benar-benar syar’i. Bahkan pernah ia menahan sakit mag yang dideritanya semenjak SMA ditengah halaqah berjalan. Sampai-sampai murabbi dan temannya tidak mengetahui ia sedang menahan sakit. Ia baru bercerita ketika halaqahnya sudah selesai, bahwa ia sedang sakit. Mungkin bagi sebagian orang menganggap ia terlalu ekstrim. Tapi itulah temanku. Baginya halaqah sudah menjadi hal yang “wajib”.
Buah dari konsistensinya mengikuti halaqah tersebut adalah sikap ketegaran dan kesabaran yang senantiasa terpancar dari tindak tanduknya. Kedisiplinan, istiqamah, ulet, dan pantang menyerah menjadi buah dari itu semua. Dan satu hal yang pasti adalah Jannah-Nya insya Allah akan ia raih.
Bagiku halaqah temanku merupakan inspirasi yang begitu luas dan mendalam bagi perjalanan halaqahku. Sumber inspirasi yang tak pernah habis, seluas samudra....
* Penulis berdomisili di Perawang. Telah menulis semenjak bangku kuliah. Tulisan ilmiahnya banyak di terbitkan di media cetak dan internet. Pernah menjabat Ketua SDM & Kaderisasi FLP Wil Sumbar (2006-2008) dan Redaktur Surat Kabar Mingguan Serumpun yang diterbitkan di Sumatra Barat (2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar