Hidup ini Pilihan, Jalan inilah Pilihanku...
By: Mas Imron.
Kata motivasi ini yang membangkitkan semangatku untuk tetap menapaki jalan ini, manakala semangatku sedang down atau tidak lagi mood, kata-kata ini sering kuucapkan sekeras-kerasnya sambil kugenggam tanganku, kukepal, dan kutinju ke langit untuk memompa kembali darah mudaku.
Aku mengenal jalan da’wah ini lebih dari 20 tahun yang lalu, tepatnya di bulan Agustus 1991 ketika acara ospek atau Keakraban bagi mahasiswa baru IKIP Padang. Semakin kuikuti kegiatan ini semakin menyita waktuku dan melalaikan tugas utamaku sebagai mahasiswa, tetapi semakin kujalani ”pertemuan mingguannya” semakin asyik juga sambil menyelesaikan tugas-tugas kuliahku, apalagi setelah kubaca buku seorang ulama Mesir terkemuka dalam kitabnya yang terkenal, Ma’alim fii Thoriq (Petunjuk Jalan). Dalam buku ini Beliau menggalinya dari jalinan ayat-ayat Qur’an dengan dukungan hadist-hadist Rasululloh SAW. Dari kitab itu pula aku mendapat inspirasi dan motivasi ingin menjadi seorang Muslim yang mumpuni.
Hingga Nopember 2011 ini, Insya Alloh aku masih bersama dengan para kafilah yang meniti di jalan ini, telah banyak asam garam, pahit dan getir kurasakan bersama dengan jama’ah ini. Aku sendiripun heran kenapa berada bersama jamaah ini hingga bertahun-tahun. Dalam renunganku, Aku memiliki alasan-alasan yang kujadikan pertimbangan sehingga masih istiqomah memilih jalan ini, sebagai berikut;
1. Jalan ini berprinsip LaailahailLLoh Muhammad Rosululloh,
Telah kumasuki beberapa jamaah da’wah, dengan gerakan da’wah berputar pada satu pusat, yaitu kalimat LaailahailLLoh Muhammad Rosululloh. Tidak ada tawar menawar, baik dengan dalih kemaslahatan jangka pendek atau jangka panjang atau dalih apapun. Pemahaman yang benar atas kalimat inilah yang membebaskan manusia dari penghambaan kepada selain Alloh. Inilah yang menjelaskan identitas sebenarnya dari seorang manusia, sebagai Muslim atau kafir. Aku menyakini dengan sepenuh hati, dengan kalimah Syahadah inilah kuberpijak pada pilihanku dengan jamaah ini.
2. Harokiyah,
Gerakan da’wah Islam mempunyai tahapan-tahapan tertentu. Setiap tahapan melapangkan jalan bagi tahap berikutnya dan punya cara dan sasaran sendiri untuk menhadapi persoalan-persoalan serta kebutuhan-kebutuhan yang riil. Demikian seterusnya sampai tercapai tujuan akhir, menjadikan penghambaan seluruh manusia pada Alloh saja. Hilangnya sifat haroki dari kebanyakan orang Muslim sekarang menyebabkan ummat ini sakit dan lemah. Keengganan untuk menanggung resiko da’wah akibat iman yang berkualitas pinggiran atau marjinal (QS 22/11) membuat sebagian besar kaum Muslimin lebih suka menyibukkan diri pada urusan-urusan yang aman, seperti karir, olah raga, seni dan yang sejenisnya. Paling banter melebar pada masalah perdamaian, HAM, emansipasi wanita dan lingkungan hidup. Tapi mereka tetap tidak berani memandangnya dengan kacamata Qur’an.
3. Realistis,
Islam, beserta segala perangkatnya, bukanlah konsepsi yang mengawa-awang jauh tinggi di angkasa, tapi membumi, sesuai dengan sifat dan karakteristik manusia. Jadi, berbeda dengan konsepsi-konsepsi manusia. Dalam dakwah ini, terpadu sifat ideal dan realistis. Artinya, dapat diterapkan oleh manusia selama syarat-syaratnya dipenuhi. Tidak ada yang memiliki manhaj seperti ini kecuali Islam. Ketika orang mencoba untuk mencukupkan Islam hanya pada dataran konseptual saja (misalnya menjadikan sebagai objek kajian ilmu atau intelectual exercise semata), pada saat itu pula ia kehilangan ruh Islam, sehingga hanya akan menjadi sekedar seperangkat peraturan yang formalistik. Maka menjadi Muslim bukan lagi suantu kenikmatan, tapi sekedar suatu keharusan, yang tak jarang malah menjadi beban.
Bukan Muslim seperti ini yang ditakuti thagut. Karena Muslim jenis ini tidak membayakan eksistensi kemusyrikan. Muslim yang ditakuti Thogut adalah sosok Muslim seperti yang diungkapkan seorang mata-mata Persia yang mengintai perkemahan kaum Muslimin, yaitu ”Ruhbanullail Al Firson Finnahar”.
4. Menembus ruang & waktu,
Islam bukanlah hak milik ekslusif orang Arab saja. Tidak ada warga negara kelas dua dalam Islam, baik Arab maupun non Arab. Prinsip universalitas ini merupakan konsekwensi langsung dari kenyataan bahwa Alloh SWT adalah Rabb semesta alam, termasuk bagi seluruh manusia.
Dengan demikian penghambaan manusia pada Alloh semata, dengan segala konsekwensinya, juga bersifat internasional. Karena itu gerakan da’wah ini juga harus berskala global, menembus dimensi ruang dan waktu, untuk menyampaikan Islam pada semua orang didunia ini, hingga puncak kejayaan cita-cita Imam syahid tercapai yaitunya ”Islam menjadi Ustadziyatul ’Alam, Islam menjadi sokoguru seluruh Allam.
Wallahu’alam bishowab.
By Imron Rosyadi
DPC Tualang, email : dpcpkstualang@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar