PERJALANAN HIDUPKU DENGAN TARBIYAH
Kisah perjalanan tarbiyahku bermula dari bangku kuliah, tepatnya Oktober th 2000. Sebenarnya sejak SMP aku mengenal tarbiyah dengan istilah liqo, karena 2 kakakku sudah liqo dan sering acara liqo diadakan di rumahku.
Aku melihat bagaimana mereka memakai gamis dan jilbab sampai betis. Terlihat begitu sejuk dan damai, sampai-sampai aku malu karena masih menggunakan jeans, mungkin orang lain melihatnya gerah (panas) kali ya karena semuanya ditutup. banyak perbedaan akhwat dulu dg skrg yg ikhwan bilang akhwatnya sudah berani pakai warna mencolok dan taman tumbuh dikepala (maksudnya jilab bermotif) kalau dulu warna soft & motif polos. Tapi walaupun aku merasakan sejuk dan damai ketika melihat mereka, aku masih belum tertarik memakai sebenar2nya pakaian muslimah/ pakaian taqwa karena merasa masih muda (padahal sudah baligh ya), masih mau senang2 dan gaul walaupun sudah memakai jilbab ala diriku (mengikuti kawan-kawan).
Awal aku masuk kuliah (OSPEK), aku melihat ada kk kelas yg begitu lembut, terlihat sejuk dll, terasa malu ketika aku harus memakai celana panjang ke kampus dg baju harus dimasukkan, risih skali, padahal sebelum masuk kampus aku sudah berazam utk memakai rok, walaupun rokku hanya satu. Di awal kuliah aku tak terfikir utk bisa masuk UKM RISJA / LDK. Tapi begitu melihat penampilan mereka persentasi kpd adik2 kelasnya& sikap mereka yg ramah membuatku tertarik utk aktif di LDK. Keyakinanku utk bergabung dg LDK semakin mantap ketika kk kelas menyampaikan mentoringnya (kesan pertama begitu menggoda). Selanjutnya karena kami masih junior mau tidak mau harus mengikuti mentoring setiap seminggu sekali. Dari suatu keterpaksaan lama-lama jumlah kami semakin sedikit, hanya orang-orang yg tertarik dg agama, yang tak enak dengan kakak kelasnya yg masih mau ikut liqo, apalagi yg tidak bisa baca Al-Qur’an, mereka pasti mudur karena diawal liqo qta diminta membaca Al-Qur’an satu persatu, mereka merasa malu kalo ternyata orang tau mereka tidak bisa baca Al-Qur’an, padahal dr liqo inilah qta bisa belajar.
Tahun berganti tahun jumlah mahasiswi angkatanku yang liqo semakin sedikit. Banyak faktornya diantaranya krn liqo kami hrs berpindah-pindah tempat, tidak dikampus lagi dengan jarak dan waktu yang tidak sebentar, itu membutuhkan keikhlasan & semangat yang kuat utk bisa sampai ke tempat liqo. Ditambah lagi karena penguasa kampus kami adalah orang nasrani, jd bagi siapa saja yg aktif dalam LDK siap-siap dijegal atau dipersulit dalam kuliahnya. Takut juga sih, apalagi mendengar kabar ada senior LDK yg gaal sidang karena sengaja dipersulit oleh dosen pengujinya. Mungkin karena semangat aku dan kawan-kawan yg sdg membara, tak menyurutkan langkah kami utk terus membesarkan nama LDK kami. Aku selalu berpegang pada firman Allah SWT “Barang siapa menolong agama Alloh maka Alloh akan menolongnya”. Dan alhamdulillah dengan keyakinan itu, Alloh selalu menolong dalam belajar dg bukti IPK ku yang baik dengan nilai diatas 3 sampai aku lulus kuliah, semua dipermudah oleh-Nya, tentunya dengan kerja kerasku dalam belajar dan keyakinanku kepada Rabbku. Dan dari kebanyakan dosen-dosen yang beragama nasrani berkata siapa yg dekat dengan Tuhannya, maka belajarnya bisa sungguh-sungguh dibuktikan dg nilai yg bagus, tak sia-sia jilbab lebar punya nilai bagus, malu kan pakai jilbab tapi dengdong.
Perjalanan liqoku pun tidak mulus begitu saja, setiap orang pasti punya cobaan / ujian, merasakan futur dan lain-lain. Tapi alhamdulillah aku masih terus berjalan, tidak diam, alhamdulillah aku mempunyai seorang murobbi yang begitu baik. Seorang murobbi yang tegas tapi penuh perhatian. Mempunyai saudara seiman yg begitu baik, dengan ta’liful qulubnya membuat kami merasa terikat, senasib sepenanggungan, ketika salah satu dari kami ada masalah/ ujian yg lain menghibur, saling mengingatkan dan membantu. Aku rindu kalian semua. Sampai pada tahun 2005 satu persatu harus berpisah (pindah liqo) karena menikah, harus ikut suami, bekerja yg tidak klop lagi waktunya. Akhirnya akupun harus berpisah dg sang murobbi dg alasan waktu yg tidak klop dg libur kerja & liqo berdasarkan wilayah dimana aku tinggal.
Kurang lebih 5 tahun sudah aku menjalani proses tarbiyahku, dari masa-masa keterpaksaan tapi akhirnya menjadi begitu bersemangat, masa-masa liqo bagiku adalah suatu kewajiban, yang bila tak dijalani banyak akibat yang akan terjadi sampai pada masa liqo itu adalah merupakan suatu kebutuhan bagi diriku. Ibarat hp, pasti harus di charge, apalagi diriku. Entah kenapa, liqo / tarbiyah sangat berarti bagi diriku, secara tak sadar dr tarbiyah itu ada perubahan besar dalam hidupku. Murobbi, dengan siraman ruhani yang dikemas dengan materi dan kawan2 yang menjadi saudara seiman yang tak memandang nasab atau keturunan sangat berpengaruh bagiku. Dari tarbiyah aku mengenal bagaimana islam sebenarnya. Pribadiku dari sikap dan tingkah lakuku alhamdulillah berubah walaupun belum sampai pada perubahan yang maksimal, menjadi muslimah yang baik (waniita sholehah), InsyaAllah semua itu bertahap dan membutuhkan waktu, sampai saat ini aku berusaha utk mejadi wanita sholeha. Amin (doakan ya!)
Masih segar dalam ingatanku kata-kata ibuku. Beliau bilang aku adalah anak satu-satunya yang sekolah disekolah islam, karena memang dari SD akulah yang memilih sekolah islam walaupun kakakku sekolah di SD umum, tapi beliau sedih karena perilakuku lebih buruk dari kakakku, padahal ibuku sangat berharap besar kepadaku, walaupun dari segi prestasi akademik bisa aku banggakan utk orangtuaku, tapi sebenarnya bukan hanya itu yang mereka inginkan dariku. Dari SD sampai SMA aku sekolah di sekolah islam tapi tak berpengaruh kepada akhlaq dan ibadahku, mungkin hanya menambah ilmu pengetahuan tanpa menambah hikmah atau hakikat yang ada dari pelajaran tersebut. Sikapku yang begitu dingin dan jarang tersenyum kpd orang lain, aku hanya memandang orang lain dengan penuh curiga dan sulit untuk berbaik sangka. Emosiku yang sering meledak-ledak dan ibadahku yang sangat minim atau bisa dibilang pelit ibadah laun berubah seiring dengan berjalannya proses tarbiyahku. Dan alhamdulillah keluargaku merasa bangga kepadaku dg perubahanku.
Dari tarbiyah banyak hal yang bisa aku dapatkan, banyak hikmah yang bisa dipetik, banyak perubahan yang kurasakan dalam hidupku. Aku tau makna hidup ini untuk apa (untuk apa aku diciptakan), bagaimana bisa bermuamalah dg semua makhluk, bagaimana aku harus berbakti dan membahagiakan kedua orangtuaku terutama kepada ibuku. Aku teringat dan sadar kenapa dulu ibuku begitu marahnya kepadaku sampai mau memukulku dengan balok hanya karena aku tidak mau mengaji atau tidak mau sholat, padahal untuk hal yang lain ibuku biasa saja. Ibuku mengajarkan kepadaku pentingnya beribadah kepada Allah diatas segala-galanya.Aku sangat berterima kasih kepada ibuku untuk itu. Memang liqo bukan segala-galanya, tapi segala-galanya bisa diraih dengan liqo. Dari tarbiyah jugalah aku bisa cepat mendapatkan pekerjaan, sementara kawan-kawan yang lain harus menunggu lamaran kerjanya dipanggil oleh perusahaan. Saudara seimanku yang menawarkan pekerjaan kepadaku dg lingkungan pekerjaan yang islami.
Dengan mulainya aku bekerja, dimulai pula petualangan tarbiyahku dengan murobbiku yang baru. Aku liqo di tempat yg baru dg murobbi seorang dokter, itupun tidak bertahan lama, karena satu persatu menghilang, terpaksa aku dipindahkan ke halaqoh lain. Di kelompok liqo ini aku merasa sangat minder, bayangkan saja, kawan2ku lulusan UI, IPB, Trisakti, pokoknya dari background yg OK dan tentunya otak yg cemerlang sedangkan aku? Belum lagi ditambah murobbi ku yang aku rasa begitu dingin, tidak perhatian dll, sangat berbeda dg murobbi pertamaku yg sangat berkesan dihatiku, sampai aku berfikir mau kembali ke murobbi pertamaku saja. Tapi itulah tarbiyah, aku harus tsiqoh kepada murobbiku, aku tidak bisa memilih siapa murobbiku, siapapun dia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan (murobbi jg manusia). alhamdulillah ternyata kawan-kawanku begitu baik kepadaku, pada akhirnya kami begitu solid, walaupun kami semua merasa murobbiku ya seperti itu. Mungkin karena murobbi fikir kami sudah lama tertarbiyah, jd kami dituntut utk mandiri (harus husnuzhon).
Tahun berganti tahun sampailah pada titik dimana aku merasa harus punya pasangan hidup. Tapi untuk itu tidak mudah, bagaimana aku mau mengatakan kepada murobbiku sedangkan kawan-kawan terdahuluku pun masih dalam antrian panjang. Proses pencarian jodohku dari proposal yang ditawarkan kawan sampai pada proposal yang ditawarkan murobbiku berakhir dengan kegagalan. Tapi itu tak membuatku berhenti untuk liqo, memangnya liqo tempat untuk mencari jodoh? (luruskan niat rapatkan barisan). Ada beberapa kawanku yang main belakang/ terkena virus merah jambu dan bergururan karena tidak tsiqoh dengan sang murobbi dan tidak sabar menunggu antrian jodoh yang panjang, bahkan ada yang sampai menanggalkan jilbabnya hanya karena sang ikhwan menikah dengan akhwat lain (salah siapa).
Awal tahun 2008 aku mendapatkan tawaran untuk bekerja ke riau dengan syarat aku masih liqo dan mau membantu berdakwah disana, padahal tak pernah terlintas olehku tentang riau, tersebutpun tidak. Kejenuhanku dengan ibu kota dan cita-citaku untuk membahagiakan ibuku yang menyebabkan aku bersemangat dan yakin untuk bekerja atau tepatnya hijrah ke riau. Aku merasa di ibukota sangat membuang umurku, istilahnya tua dijalan. Pergi jam 6 pagi, pulang jam 7 malam hanya untuk bekerja. Sisa waktu hanya sabtu dan minggu. Sementara sekarang di Riau ini, tepatnya di Siak Sri Indrapura, dalam 1 hari aku bisa melakukan lebih dari 1 aktivitas. Aku merasa hidupku lebih bermanfaat disini dan juga dalam segi finansial lebih baik sehingga aku
Bisa membahagiakan ibuku (InsyaAllah) walau jarak memisahkan kami berdua. I love & miss you mother. Aku merasa bahagia Alloh mengirimku ke sini. Dan Alhamdulillah aku menemukan jodohku disini, itu juga karena liqo.
Itulah, liqo bukan segala-galanya tapi segala-galanya bisa diraih dengan liqo. Bagaimana aku bisa meninggalkan tarbiyah ini, bagaimana aku bisa jauh dari liqo sedangkan dari liqo aku bisa memperoleh segala-galanya. Aku bisa merasa Allah cinta dan sayang kepadaku, Allah selalu menyentilku jika aku tersalah. Ada rambu-rambu yang Allah pasang untukku agar aku tidak jauh dari-Nya. Aku merasakan indahnya ukhuwah islamiyah, ukhuwah atau ikatan dari saudara seiman yang lebih kuat dan erat daripada saudara sekandung atau saudara karena nasab/keturunan. Terima kasih yang teramat dalam untuk ust.T.Musa beserta keluarga yang telah membawaku ke Siak ini dengan ikatan ukhuwah yang begitu dalam. Aku selalu berdoa agar selalu istiqomah di jalan-Nya. Amin.
by dyah ningrum
Penulis adalah Seorang Ibu rumah tangga dengan 1 putri dan insya allah yang kedua segera hadir. Sehari-hari bekerja sebagai staf keuangan di Dinas Perhubungan. Mbak Dyah beliau biasa dipanggil juga mendapat amanah sebagai Ketua yayasan Rumah Cinta.
Nb: harap maklum masih dalam tahapan belajar menulis
Penulis adalah Seorang Ibu rumah tangga dengan 1 putri dan insya allah yang kedua segera hadir. Sehari-hari bekerja sebagai staf keuangan di Dinas Perhubungan. Mbak Dyah beliau biasa dipanggil juga mendapat amanah sebagai Ketua yayasan Rumah Cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar